Senin, 07 Mei 2012

KEWARGANEGARAAN



Konsep Dasar Tentang Warga Negara

Dalam pengertian Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara serta mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu perssekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama.

Dahulu istilah warga negara seringkali disebut hamba atau kawula negara yang dalam bahasa inggris (object) berarti orang yang memiliki dan mengabdi kepada pemiliknya.
AS Hikam mendifinisikan bahwa warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.

Sedangkan Koerniatmanto S, mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya.Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.

Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dikhususkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara. Dalam pasal 1 UU No. 22/1958 bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.

Unsur-Unsur Yang Menentukan Kewarganegaraan

Dalam menentukan kewarganegaraan setiap negara memberlakukan aturan yang berbeda, namun secara umum terdapat tiga unsur yang seringkali digunakan oleh negara - negara di dunia, antara lain :

1.Unsur Darah Keturunan (Ius Sanguinis)
Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, prinsip ini berlaku diantaranya di Inggris, Amerika, Perancis, Jepang, dan Indonesia.

2. Unsur Daerah Tempat Kelahiran (Ius Soli)
Daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan,prinsip ini berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan Indonesia, terkecuali di Jepang.

3.Unsur Pewarganegaraan ( Naturalisasi)
Syarat-syarat atau prosedur pewarganegaraan disesuaikan menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing.

Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapa menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif,seseorang yang tidak mau dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repuidasi yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.

Pembicaraan status kewarganegaraan seseorang dalam sebuah negara ada yang dikenal dengan apatride untuk orang-orang yang tidak mempunyai status kewarganegaraan, bipatride untuk orang- orang yang memiliki status kewarganegaraan rangkap/dwi-kewarganegaraan, dan multipatride untuk menyebutkan status kewarganegaraan seseorang yang memiliki dua atau lebih status kewarganegaraan.


Karakteristik Warga Negara Yang Demokrat

Untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadaban, maka setiap warga negara yang disebut sebagai demokrat,yakni antara lain sebagai berikut:

1. rasa hormat dan tanggung jawab
2. bersikap kritis
3. membuka diskusi dan dialog
4. bersikap terbuka
5. rasional
6. adil
7. jujur

Beberapa karakteristik warga negara yang demokrat tersebut, merupakan sikap dan sifat yang seharusnya melekat pada seorang warga negara. Hal ini akan menampilkan sosok warga negara yang otonom yang mempunyai karakteristik lanjutan sebagai berikut:

1. memiliki kemandirian
2. memiliki tanggung jawab pribadi, politik dan ekonomi sebagai warga negara
3. menghargai martabat manusia dan kehormatan pribadi
4. berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan denganpikiran dan sikap yang santun.
5. mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat.

Pada umumnya ada dua kelompok warga negara dalam suatu negara, yakni warga negara yang memperoleh status kewarganegaraan melalui stelsel pasif/operation of law dan melalui stesel aktif/by registration.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 62/1958 bahwa ada tujuh cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia , yaitu karena kelahiran, pengangkatan, dikabulkannya permohonannya, pewarganegaraan , turut ayah dan atau ibu serta karena pernyataan.

Hak Dan Kewajiban Warga Negara

Dalam konteks Indonesia, hak warga negara terhadap negara telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945. Diantaranya hak asasi manusia yang rumusan lengkapnya tertuang dalam pasal 28 UUD gubahan kedua.

Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap warganegara antara lain kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama antara negara dengan warga, membela tanah air (pasal 27), membela pertahanan dan keamanan negara (pasal 29), menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28 J),dan sebagainya.

Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warganegara adalah terlibatnya warga secara langsung ataupun perwakilan dalam saetiap perumusan dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.

Minggu, 06 Mei 2012

Tugas dan Tanggung Jawab Mahasiswa

Secara konvensional dapat disebut mahasiswa adalah merupakan generasimuda yang belajar dan beraktifitas di Perguruan Tinggi. Penegasan bahwamahasiswa merupakan orang-orang yang belajar di Perguruan Tinggi jelasmenempatkan posisi mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat PerguruanTinggi, yang merupakan tempat segala bentuk ilmu
Mahasiswa sebagai masyarakat intelektual dan sekaligus sebagaiwarganegara tentu saja memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan.Sebab, idealnya mahasiswa dituntut bukan hanya untuk cerdas dalam belajar,tetapi lebih dari pada itu juga harus kritis terhadap kenyataan sosial yang ada.Kenyataan inilah, makanya mahasiswa disebut sebagai agent of change meminjam istilah Auguste Comte atau agent of modernization dalam istilah lainAli Syariati. Sebab, secara regeneratif segala bentuk kenyataan yang ada hari ini pasti diwariskan kepada mahasiswa yang memiliki tugas dan tanggung jawabsebagai penggagas ide bagi kemajuan kehidupan sosial dan berbangsa.Sejarah juga mencatat bahwa peran mahasiswa juga sangat besar dalam proses reformasi kehidupan berbangsa. Untuk menyebut misalnya beberapa peristiwa penting reformasi negara-negara juga diperankan oleh mahasiwa, diantaranya seperti Juan Peron di Argentina tahun 1955; Perez Jimenez diVenezuela tahun 1958; Soekarno di Indonesia tahun 1966; Ayub Khan diPaksitan tahun 1969; Reza Pahlevi di Iran tahun 1979; Chun Doo Hwan di KoreaSelatan tahun 1987; Ferdinand Marcos di Filipinan tahun 1985 dan Soeharto diIndonesia tahun 1998.
Tentu saja kita harus jujur mempertanyakan, mampukan mahasiswa-mahasiswa hari ini untuk menunaikan tugas dan tanggung jawabnya itu, terutamaketika pragmatisme dan materialisme merasuki dunia kampus yang membuahkansikap anarkisme? Tampaknya kenyataan menunjukkan bahwa beberapa tahunterakhir ini, terutama ketika pasca reformasi tugas dan tanggung jawab ini seakanterabaikan mahasiswa. Sebab, harus kita sesalkan bahwa media masa, baik cetak atupun elektronik hanya melaporkan sikap anarkisme yang diiklan paramahasiswa, yang justeru terkesan mengotori semangat reformasi yangdigaungkan.Kenyataan ini tentu tidak dapat kita pungkiri bahwa bukan hanya secara projetatif media masa menyebutkan adanya anarkisme itu di kalangan mahasiswa,tetapi kenyataan menunjukkan kepada kita justeru hampir setiap kampus kitamenyaksikan itu bahwa itu benar-benar ada. Hal ini adalah sesuatu yang sangatkontradiktif dengan tugas utama mahasiswa sebagai masyarakat kampus, yangseharusnya tugasnya belajar untuk menjadi calon-calon ilmuan. Namun, justerulebih banyak mengabiskan waktunya hanya untuk melakukan hal-hal yang tidak relevan dengan keilmuan yang diajarkan di Perguruan Tinggi.Tampaknya, kita harus menegaskan kembali tugas primer mahasiswameminjam istilah Arief Budiman bahwa “mahasiswa adalah orang yang belajar disekolah tingkat Perguruan Tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatukeahlian tingkat sarjana. Itulah yang pertama dan utama tugas bagi paramahasiswa.

Bahwa dia juga aktif sebagai aktifis atau senang pada kesenian, ituadalah fungsi sekundernya. Demikian juga bila dia senang pada persoalan- persoalan politik, itu adalah fungsi sekundernya, yang pertama dan yang utama tugasnya ialah mempersiapkan diri untuk suatu keahlian tertentu”.

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran dari tugas primer menjaditugas skunder dan sebaliknya tugas skunder menjadi primer. Atau dalam kenyataan lain kita juga menyaksikan justeru adanya kesan over fuction
mahasiswa menjadi agen-agen kepentingan tertentu sehingga mengabaikan tugas primernya untuk belajar.Pada dasarnya, tidak diragukan lagi bahwa tanggung jawab terhadapkenyataan kehidupan itu juga merupakan bagian dari tanggung jawab mahasiswauntuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan bangsa ini. Tampaknya, beberapagejolak yang terjadi di kampus—secara positif dapat dikatakan—hal itu jugamerupakan bagian dari ungkapan dari tanggung jawab mahasiswa terhadap bangsa ini.

Namun, gejolak itu tentu saja idealnya tanpa harus dimuatianarkisme. Sebab, anarkisme bukanlah dari jati diri mahasiswa yangsesungguhnya dan justeru kita melihat adanya kesan “tumpangan” politik pihak- pihak tertentu di dalamnya, yang terkadang disadari atau tidak oleh mahasiswa dijadikan sebagai alat  pressure group (group penekan) untu memuluskan kepentingan tertentu.Idealnya tentu saja menurut Jusuf A Feisal adalah bahwa mahasiswa dalam konteks tanggung jawab ini minimal harus mampu menuntut dan membantu mahasiswa dalam usaha memenuhi hal-hal:
a) pengembangan pemikiran dan penalaran mahasiswa (structured ideas and reasoning )
b) minatdan kegemaran mahasiswa (student interest )
c) kesejahteraan mahasiswa(student walfar).

Karena memang ketiga hal ini seharusnya menjadi fokusutama mahasiswa sebagai penunjang setiap aktifitas yang dilakukan, baik itudalam proses pemenuhan tugas ataupun tanggung jawabnya.Untuk itu, sejatinya mahasiswa harus menjadi insan-insan yang visioner ,

yaitu manusia yang berwawasan ke depan, yang berani bermimpi untuk membentangkan cita-cita yang luhur sejalan dengan semangat keilmuan yangditerimanya di kampus. Bagi orang yang visioner mimpi menjadi energi dahsyatuntuk menggerakkannya menjadi kondisi luar biasa yang sesuai denganmimpinya. Sebab itu, visioner juga artinya tidak bergantung kepada orang lain,yaitu mandiri dalam berpikir dan mandiri dalam bertindak, itu semua dibentuk didalam kampus dan tentu saja berakhlak luhur merupakan inti dari semua itu.




faktor penyebab kerusuhan dan tindakan kriminal di Indonesia



Latar Belakang Kejahatan:
1.      Biologik
a.       Genothype dan Phenotype
Stephen Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut bahwa Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang berkembang. Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan karena hukum biologi mengenai keturunan saja.
Sekalipun sutu gene tunggal diwariskan dengan cara demikian hingga Nampak keluar, namun masih mungkin adanya gene tersebut tidak dirasakan. Perkembangan suatu gene  tunggal adakalanya tergantung dari lain-lain gene, teristimewanya bagi sifat-sifat mental. Di samping itu, nampaknya keluar sesuatu gene, tergantung pula dari pengaruh-pengaruh luar terhadap organism yang telahatau belum lahir.
Apa yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada generasi yang berikutnya semata-mat tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah phenotype yaitu hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya dengan pengaruh-pengaruh dari luar.
b.      Pembawaan dan Kepribadian
Berdasarkan peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang diwariskan saja, dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan.
Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor I – bukan fenomena /gejala endogeneuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi hasil dari pembawaan dan fktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk pembawaan sepanjang masa.
c.       Lingkungan
Mahzab lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponen-komponen di bidang ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen baik yang materiil maupun yang spiritual.
Bila kita maksudkan lingkungan sesuatu individu, harus diingat bahwa kita menghadapi pengertin yang relatif, yaitu lingkungan dalam hubungannya dengan individu tersebut dan karena itu berbeda dengan lingkungan yang berhubung dengan individu lain, karena adanya kepekaan yang berbeda terhadap kean-kesan dari luar.
Lingkungn merupakan factor yang potensial yaitu mengandung suatu kemungkinan untuk member pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara).
Faktor-faktor pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal balik, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena pengaruhnya yang terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya sesuatu kepribadian dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor pembawaan. Oleh karena:
1)      Lingkungan seseorang ini dalam batas-batas tertentu ditentukan oleh pikirannya sendiri.
2)   Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan mengubah factor-faktor lingkungan ini.
Menurut Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan yang dahulu sedikit banyak ada dalam kepribadian seseorang sekarang. Dalam batas-batas tertentu kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya. Faktor-faktor dinamik yang bekerja dan saling mempengaruhi adalah baik factor pembawaan maupun lingkungan.
Sedangkan Exner (dalam Stephen Hurwitz, 1986:39) menyebutkan 2 doktrin, antara lain:
1)      Bagaimana perkembangan pembawaan dalam batas-batas tertentu tergantung dari lingkungan.
2)   Lingkungan seseoprang dan pengaruh lingkungan ini terhadapnya dalam sesuatu batas tertentu, tergantung dari pembawaannya.
d.      Pembawaan criminal
Stephen Hurwitz (1986:39) menyatakan bahwa tidaklah masuk akal untuk menghubungkan pembawaan yang ditentukan secara biologic dengan suatu konsepsi yuridik yang berdeda menurut waktu dan tempat.
Setiap orang yang melakukan kejahatab mempunyai sifat jahat pembawaan, karena selalu adainteraksi antara pembawaan dan lingkungan. Akan tetapi hendaknya jangan member cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai kemampuan untuk melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar yang istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara pembawaan dan kejahatan.




2.      Sosiologik
Ada hubungan timbale-balik antara factor-faktor umum social politik-ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Jumlah kejahatan kejahatan tiap lingkungan merupakan lawan negatifnya dari norma-norma kelakuan yang berlaku dalam lingkungan tersebut yang tergantung dari organisasi dan kebudayaan lingkungan itu.
Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan yang lebih mendalam tentang interaksi ini, dapat dibuat dari berbagai sudut sebagaimana akan diterangkan sebagai berikut:
a.       Faktor-faktor ekonomi
1)      Sistem ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2)      Harga-harga, perubahan Harga Pasar, krisis (Prices, market fluctuations, crisis)
Ada anggapan umum, bahwaada suatu hubungan langsung antara keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan pencurian (larceny). Dalam penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian yang seimbang.
Suatu interaksi yang khas antara harga-harga barang (contoh: gandum, dan sebagainya) dari kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah kebakaran yang ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi tinggi, bila harga tanah turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan-keadaan ekonomi menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh julah asuransi kebakaran untuk rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan pekarangan).
3)      Gaji atau Upah bukan merupakan indeks yang jitu
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan lain-lain gangguan ekonomi nasional , upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumny. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.
Banyak buku telah menulis tentang artinya goncangan harga-harga dan upah. Juga banyak penelitian telah diadakan berdasarkan indeks-indeks kombinasi, termasuk pengangguran dan lain-lain, sehingga masalah beralih dari pengaruh turun naiknya harga, kepada goncangan harga pasar yang sangat, sehubungan dengan kejahatan. Dari penelitian yang belakangan dan paling menarik perhatian ialah mengenai pengaruh dari waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan waktu-waktu kekurangan 9depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar, krisis dan lain-lain terhadap kejahatan.
4)      Pengangguran
Di antara factor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya kriminalita, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting.  18 macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statistic-statistik tersebut, bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal itu, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah factor yang paling penting.
b.      Faktor-faktor mental
1)      Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Dan kepercayaan tidak boleh berubah dari sikap hidup moral keagamaan, merosot menjadi hanya suatu tata cara dan bentuk-bentuk lahiriah oleh orang dengan tasbeh di satu tangan, sedang tangan lainnya menusuk dengan pisau. Meskipun adanya factor-faktor negative demikia, memang merupakan fakta bahwa norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya berambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil.
2)      Bacaan, Harian-harian, Film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan factor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat dikatakan tentang koran-koran. Kita harus hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah mengenai hubungan antara harian dan kejahatan. Tentu saja ada keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok koran-koran tersebut. Press modern rupanya tidak banyak berpengaruh sebagai factor langsung dalam menimbulkan kejahatan.
Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir ini. Dan film ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling berbahaya. Memangt disebabkan kesan-keasan yang mendalam dari apa yang dilhat dan didengar dan cara penyajiannya yang negative, pertunjukkan film mungkin sekali jelas terkenang kembali dalam sanubari kita dan dapat mengguyah khayalan.
c.       Faktor-faktor Pisik: Keadaan Iklim dan lain-lain
Pada permulaan peneliti mengadakan statistic tentang keadaan iklim, hawa panas/dingin, keadaan terang atau gelap, sinar bumi dan perubahan-perubahan berkala dari organism manusia yang dianggap sebagai penyebab langsung dari kelakuan manusia yang menyimpang dan khususnya dari kriminalitas. Para peneliti belakangan pada umumnya mengakui kekeliruan dari anggapan tersebut, karena hanya semacam korelasi jauh dapat diketemukan antara kriminalitas sebagai suatu fenomena umum dan factor-faktor pisik.
d.      Faktor-faktor Pribadi
1)      Umur
Meskipun umur penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik maupun criminal dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor seks / kelamin dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam kerjasamanya dengan factor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi kriminologi.
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
2)      Ras dan Nasionalitas
Konsepsi ras adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan rintangan untuk mengadakan penelitian yang jitu. Pembatasan ras berdasarkan sifat-sifat keturunan yang umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang memiliki kebudayaan tertentu dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologic, membuka kesempatan untuk berbagai keraguan.
3)      Alkohol
Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan factor yang kuat, masih juga merupakan tanda Tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
4)      Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan lain-lain rvolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambahbahaya akan terjadinya perbuatan-perbuatan criminal.

Upaya mencegah Kejahatan

            Sejarah kehidupan seseorang yangs emasa mudanya menjadi pencuri dan perampok, menunjukkan bahwa proses kejahatan terjadi dalam dirinya dimulai dari yang ringan hingga berat, dari yang jarang menjadi sering, dari suatu hobi menjadi suatu pekerjaan, dari kejahatan yang dilakukan kelompok yang kyrang terorganisir menjadi kelompok yang lebih terorganisir.
Untuk pengawasan kejahatan secara efektif kita memerlukan hukum yang berwibawa. Dipandang dari sudut perlindungan terhadap masyarakat, hukum yang bersifat ideal mengenai hukuman yang tidak ditentukan yang dapat diteruskan kepada semua pelanggar-pelanggar, misalkan setahun sampai seumur hidup dan yang diatur oleh komite yang tergolong ahlidalam system kepenjaraan (tahanan) akan memungkinkan penguasa-penguasa yang membawahi lembaga-lembaga untuk menangkap pelanggar-pelanggar yang berbahaya, agresif, tidak dapat diperbaiki selama jangka waktu lebih lama daripada sekarang dengan hukuman yang ditetapkan atau yang ditetapkan dengan maksimum.
N. Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155) menyatakan alasan mengapa mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan penyimpangan lain dilakukan, sebagai berikut:
1.      Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokratis yang dapat menjurus kearah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya, menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai menguci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain.
2.      Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negative seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina)., pengasingan, penderitaan tiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan social dank arena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai habis.

Solusi mengatasi kriminalitas:
  1. Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat
  2. Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak
  3. Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai busaya bangsa sendiri
  4. Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural , seperti sekolah , pengajian dan organisasi masyarakat

peraturan-peraturan tentang keimigrasian


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
A.     bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke
luar wilayah Indonesia merupakan hak dan wewenang Negara Republik
Indonesia serta merupakan salah satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
B.    bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan
Nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas orang serta hubungan
antar bangsa dan negara diperlukan penyempurnaan pengaturan keimigrasian
yang dewasa ini diatur dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan
yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan,
C.    bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur
ketentuan tentang keimigrasian dalam suatu Undang undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia (Lembaran Negara-Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1976
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3077);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN.

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah
Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara
Republik Indonesia.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah
Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi
darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku
untuk melakukan perjalanan antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempattempat
lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar
wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Republik Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah izin tertulis
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik
Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan
melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang diterakan pada Visa atau Surat Perjalanan orang
asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi
di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin yang diterakan pada Surat Perjalanan orang
asing yang mempunyai izin tinggal di Indonesia untuk masuk kembali ke
wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di
Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam Surat Perjalanan setiap orang yang akan
meninggalkan wilayah Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lainnya
yang lazim dipergunakan untuk mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang orang
tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang
tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang
keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing
yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian
lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari
wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak dikehendaki.
Pasal 2
Setiap Warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke luar atau masuk
wilayah Indonesia.